Halaman

Senin, 11 Februari 2013

Metamorfosis dan Siklus Kehidupan


Ulat memakan daun yang tumbuh dari pohon, untuk mempertahankan diri dan untuk kelangsungan hidup ulat itu sendiri juga kelangsungan kehidupan ulat umumnya. Maka sang Ulat pun makan daun di pepohonan itu sebanyak-banyaknya untuk bekal di dalam kepompong. Dan daun di pepohonan pun habis dimakannya.

Hingga saat Ulat itu bermetamorfosa menjadi kupu-kupu keluar dari kepompong dengan indahnya bak kita yang terbangun di pagi hari dengan segarnya menghirup udara pagi dan menatap matahari terbit.

Kupu-kupu pun terbang mencari madu, hinggap dari bunga satu ke bunga yang lainnya entah di sengaja atau tidak kupu-kupu itu membawa serbuk sari untuk melengkapi sang bunga berbuah sehingga bunga itu pun dapat melanjutkan regenerasi bunga yang lainnya. Kupu-kupu adalah salah satu serangga penyerbuk tanaman.

Bunga-bunga pun berbuah petani dan yang menanam pohon berbuah senang tetangga nya pun ikut senang. Buah yang di hasilkan tidak semua di jadikan konsumsi tetapi sebagian di jadikan untuk pembibitan pohon selanjutnya.

Suatu kemungkinan bila ulat yang dahulu memakan daun dari pohon satu dan menjadi kepompong kemudian tumbuh menjadi kupu-kupu dari pohon yang satu pula. Maka besar kemungkinan kupu-kupu itu akan menghinggapi bunga yang kuncup dari pohon satu itu.

Sungguh siklus yang unik.
Ulat si hama pemakan daun pepohonan.
Kupu-kupu serangga yang membantu penyerbukan tumbuhan.
Ulat dan kupu-kupu adalah satu tetapi terkesan berbeda.

[Januari13]

Dalam mimpiku,


Aku memasuki rumah –Mu, namun tak aku temui diri ku beribadah (Sholat) untuk-Mu di rumah-Mu. Sungguh mimpi ini selalu mengusik keresahan tumbuh subur ya Alloh.

Maka izinkanlah aku dalam mimpi ku untuk bertemu dengan-Mu, beribadah untuk-Mu di rumah-Mu.

[dituliskan pada 060213]

Ketika kesabaran dan sifat kepasrahan harus menjadi senjata untuk hidup.


Bukan ego, yang mengatas namakan diri dari segi apa pun, membumi dengan segala kerendahan alam yang diam merenung dan menerima semua perlakuan tetapi ia tidak diam. Tidak diam mereka bukan berontak, tetapi memendam do’a untuk memohon kesadaran yang waras dari siapa saja yang mengganggu keseimbangan bumi dengan serakah.

Bukan penampakan diri yang utama, diamlah melata seperti cacing.
Cacing ada pula yang menjadi Wali/Sunan. Tenanglah.

Tenggelamkan diri pada siapa pun, tiada yang patut kita banggakan pada diri kita sendiri. Karena Khalifah adalah pelayan/pembantu yang bertugas menjaga keseimbangan alam yang dititipkan.

Rasa kecewa, sakit dan merasa tidak di hargai adalah salah satu rasa yang menunjukkan bahwa diri adalah lebih dari pada siapa pun, karena merasa mampu atau lebih unggul dari yang lain.

Hidup itu paradoks

_12Januari2013Sabtu_